Jumat, 10 Juli 2015

PANDUAN SINGKAT HIJAMAH

Anjuran Berbekam

Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Salam besabda :

الشِّفَاءُ فِيْ ثَلاَثَةٍ: شَرْبَةِ عَسَلٍ وَشَرْطَةِ مِحْجَمٍ وَكَيَّةِ نَارٍ وَإِنِّيْ أَنْهَى أُمَّتِيْ عَنْ الْكَيِّ

“Kesembuhan itu berada pada tiga hal, yaitu minum madu, sayatan pisau bekam dan sundutan dengan api (kay). Sesungguhnya aku melarang ummatku (berobat) dengan kay.” (HR Bukhari)


Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa Salam bersabda :

إِنَّ أَمْثَلَ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ وَالْفَصْدُ

“Sesungguhnya metode pengobatan yang paling ideal bagi kalian adalah hijamah (bekam) dan fashdu (venesection).” (HR Bukhari – Muslim)

Macam-Macam Bekam

1. Bekam Basah (Wet Cupping)

Yaitu metode pengeluaran darah kotor (blood letting) dengan cara disayat dengan silet, lanset, pisau bedah atau jarum steril pada bagian yang dibekam.

Cara Melakukan Bekam Basah :

1. Pilih titik bekam berdasarkan kondisi pasien.
2. Pilih gelas bekam (cup) berdasarkan tingkat penyakit pasien dan postur tubuh. Semakin besar gelas yang digunakan maka tingkat rasa sakit akan semakin besar, namun efeknya akan semakin baik.
3. Bersihkan bagian kulit yang akan dibekam dengan desinfektans/alkohol.
4. Pompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki sebanyak 2-3 kali tarikan, atau sampai piston tidak dapat ditarik lagi.
5. Biarkan selama 3-5 menit.
6. Lepas gelas bekam dan sayat bagian bekas bekam dengan silet, lanset, pisau bedah atau jarum steril.
7. Bekam lagi posisi yang disayat tadi.
8. Tunggu selama lebih kurang 3 menit sampai darah keluar dan menumpuk pada gelas bekam.
9. Lepas gelas bekam dan buang darah kotor yang keluar, bersihkan kembali gelas bekam dan desinfeksi.
10. Bekam lagi sebanyak 3-5 kali, atau sampai keluar cairan putih dari kulit.
11. Oles bekas sayatan dan bekam dengan minyak habbatus sauda’ (jinten hitam).
12. Lakukan setiap bulan atau setiap 2 minggu bagi yang penyakitnya parah.


2. Bekam Kering (Dry Cupping)

Yaitu metode bekam yang tidak mengeluarkan darah dari tubuh.

Cara Melakukan Bekam Kering :

1. Pilih titik bekam berdasarkan kondisi pasien.
2. Pilih gelas bekam (cup) berdasarkan tingkat penyakit pasien dan postur tubuh. Semakin besar gelas yang digunakan maka tingkat rasa sakit akan semakin besar, namun efeknya akan semakin baik.
3. Pijat bagian yang akan dibekam dengan dilumuri minyak zaitun atau minyak jinten hitam selama lebih kurang 5 menit.
4. Pompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki sebanyak 2-3 kali tarikan, atau sampai piston tidak dapat ditarik lagi.
5. Biarkan selama 10 menit (bagi pria), 7 menit (bagi wanita) atau 3 menit (bagi anak-anak).
6. Lepas gelas bekam dan pijat kembali dengan minyak zaitun atau minyak jinten hitam selama 2-3 menit untuk menghilangkan bercak-bercak hitam atau blister.
7. Lakukan selama 7 hari bagi orang dewasa dan 5 hari bagi anak-anak, kemudian diselingi masa interval selama 3 hari, lalu dilanjutkan lagi pembekaman.

3. Bekam Seluncur (Sliding Cupping)

Yaitu metode bekam yang mana gelas bekam diseluncurkan di atas permukaan kulit yang rata (tidak tebal ototnya). Metode ini serupa dengan Guasha (cina), scrapping (inggris) atau kerokan (jawa), namun lebih aman karena tidak merusak pori-pori sebagaimana kerokan.

Cara Melakukan Bekam Seluncur :

1. Pilih titik bekam sebagai awalan seluncur, biasanya bagian atas pundak.
2. Pilih gelas bekam (cup) berdasarkan tingkat penyakit pasien dan postur tubuh. Semakin besar gelas yang digunakan maka tingkat rasa sakit akan semakin besar, namun efeknya akan semakin baik.
3.Pijat bagian yang akan dibekam dengan dilumuri minyak zaitun atau minyak jinten hitam selama lebih kurang 5 menit. Oleskan minyak agak banyak sebagai pelumas
4. Pompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki sebanyak 2-3 kali tarikan kemudian gerakkan/seluncurkan perlahan-lahan sampai tampak bruise (memar) kemerahan.
5. Lepas gelas bekam dan pijat kembali dengan minyak zaitun atau minyak jinten hitam selama 2-3 menit.

4. Bekam Cepat (Flash Cupping) atau Bekam Tarik

Yaitu metode bekam dengan cara tarik lepas – tarik lepas secara cepat pada bagian kulit yang sukar dibekam, atau apabila dibekam gelas cenderung jatuh. Area ini biasanya di sekitar wajah dan dahi.

Cara Melakukan Bekam Cepat :

1. Pilih titik bekam pada dahi atau bagian yang nyeri.
2. Pilih gelas bekam (cup) yang proporsional dengan lebar dahi (tidak terlalu besar).
3. Pompa gelas bekam dengan piston pada posisi yang dikehendaki secukupnya kemudian lepas.
4. Lakukan hal ini secara berulang-ulang sampai kulit berwarna kemerahan.

Diagnosis Penyakit Dengan Bekam

Diagnosa bekam/cupping dapat dilihat dari warna pigmen kulit setelah pembekaman. Di dalam buku “Canon of Internal Medicine” dikatakan, “Kondisi organ internal (organ dalam) dapat diketahui dengan cara mengobservasi (mengamati) gejala-gejala eksternal dan tanda-tanda fisik, sehingga penyakitnya dapat didiagnosa.”

Reaksi pigmen pada kulit bekas bekam adalah sebagai berikut :

1. Bekas bekam yang muncul berwarna ungu kegelapan atau hitam, pada umumnya hal ini mengindikasikan kondisi defisiensi (kekurangan) pasokan/suplai darah dan channel/saluran (pembuluh) darah yang tidak lancar yang disertai dengan keberadaan darah statis (darah beku).
2. Bekas bekam yang muncul berwarna ungu disertai plaque (bercak-bercak), pada umumnya hal ini menandakan terjadinya gangguan/ kelainan gumpalan darah yang berwarna keunguan dan adanya darah statis (darah beku).
3. Bekas bekam yang muncul berbentuk bintik-bintik ungu yang tersebar dengan tingkatan warna yang berbeda (ada yang tua dan ada yang ungu muda). Hal ini menandakan kelainan “Qi” dan darah statis.
4. Bekas bekam yang muncul berwarna merah cerah, biasanya hal ini menunjukkan terjadinya defisiensi “Yin”, defisiensi “Qi” dan darah atau rasa panas yang dahsyat yang diinduksi oleh defisiensi “Yin”.
5. Bekas bekam yang muncul berwerna merah gelap, hal ini mengindikasikan kondisi lemak di dalam darah yang tinggi disertai dengan adanya panas patogen.
6. Bekas bekam yang muncul berwarna agak pucat/putih dan tidak hangat ketika disentuh, hal ini mengindikasikan terjadinya defisiensi cold (dingin) dan adanya gas patogen.
7. Adanya garis-garis pecah/ruam pada permukaan bekas bekam dan rasa sedikit gatal, hal ini mengindikasikan kondisi adanya wind (lembab) patogen dan gangguan gas patogen.
8. Munculnya uap air pada dinding bagian dalam gelas bekam, menandakan kondisi adanya gas-gas patogen pada daerah tersebut.
9. Adanya blister (lepuhan/lecat) pada bekas bekam, menggambarkan kondisi gangguan gas yang parah pada tubuh. Adanya darah tipis pada blister merupakan reaksi gas panas toksin.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan di dalam bekam

1. Pastikan bahwa gelas bekam sudah steril dan higinis sehingga aman untuk bekam (terutama bekam basah).
2. Untuk pasien yang belum pernah dibekam sebelumnya, pilihlah gelas bekam dari yang terkecil lalu ke yang besar supaya tidak terlalu sakit.
3. Posisi bekam dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring menelungkup. Posisi duduk lebih baik untuk peredaran darah, namun bagi pasien yang lemah dianjurkan dengan posisi berbaring.
4. Untuk pasien yang baru dibekam, sering-seringlah menanyai bagaimana keadaannya, apakah merasa mulas, pusing, mual atau adanya tanda-tanda akan pingsan lainnya. Segera hentikan bekam apabila pasien mengeluh kesakitan.
5. Setelah bekam dihadapkan beristirahat yang cukup. Sebagian pasien segera merasa segar badannya setelah berbekam pada bagian punggung dan lutut, sehingga ia tidak mau beristirahat sebagaimana mestinya, hal ini dapat menyebabkan kembalinya penyakit.
6. Sebagian orang merasakan suhu badannya naik setelah 1-2 hari setelah berbekam, hal ini adalah normal dan akan segera hilang.
7. Pasien yang menderita sakit menular atau infeksius agar diberikan perhatian khusus. Bagi penderita penyakit infeksius, diharap gelas bekamnya adalah tersendiri (single use) dan juru bekam dianjurkan menggunakan pelindung tubuh seperti sarung tangan karet (gloves), masker dan semisalnya.
8. Pasien yang menderita tekanan darah rendah harus diperlakukan ekstra dan hati-hati. Tingkat kesadarannya selalu dimonitor agar tidak pingsan. Dihindarkan membekam pada areal punggung bawah yang sejajar dengan pusar ke bawah, karena hal ini bisa menurunkan tekanan darah dengan cepat.
9. Permukaan kulit yang timbul blister kecil, bercak-bercak, noda darah dan darah stasis adalah reaksi normal setelah bekam. Apabila blister yang timbul banyak dan besar-besar (seperti luka bakar), maka dapat dipecah dengan cara menusukkan jarum steril kering hingga keluar cairannya (cairan limfoid) lalu didesinfeksi dengan desinfektans. Lebih dianjurkan apabila bekas bekam yang berblister ini dipijat lembut dengan minyak zaitun atau jinten hitam.
10. Pasien yang mengalami mental stres, ketakutan, mual dan gejala mental lainnya, dihentikan pembekaman dan pasien disuruh berbaring relaks, tenang dan diberi minum dengan minuman manis (lebih baik madu) kemudian dimotivasi dan disugesti untuk menghilangkan atau meminimalisir gangguan mentalnya.

Larangan-Larangan Bekam

1. Tidak dianjurkan melakukan bekam basah pada penderita diabetes kecuali juru bekam yang ahli dan berpengalaman.
2. Jangan membekam orang yang fisiknya sangat lemah atau orang yang kelelahan (overfatigue).
3. Jangan membekam orang yang menderita penyakit kulit merata atau menderita alergi kulit yang parah seperti ulserasi dan edema.
4. Jangan membekam orang yang sudah jompo yang lemah fisiknya dan anak-anak yang tubuhnya lemah atau di bawah 3 tahun.
5. Penderita leukimia (kanker darah) tidak dianjurkan untuk dibekam basah.
6. Penderita hepatitis yang parah, TBC aktif, hemofilia, malignant anemia, trombositopenia dan penyakit lainnya yang parah tidak dianjurkan dibekam kecuali kepada juru bekam yang ahli dan berpengalaman.
7. Jangan memberkam pada kondisi : perut kekenyangan, kehausan, kelaparan, kelelahan, setelah beraktivitas berat, tubuh lemah dan tubuh demam (kedinginan).
8. Jangan membekam wanita hamil pada usia kehamilan 3 bulan pertama (trimester awal).
9. Jangan membekam langsung pada daerah yang luka, urat sendi robek, patah tulang, varises, tumor.
10. Jangan membekam wanita yang sedang haidh dan nifas.
11. Jangan memberkam daerah perut terlalu keras
12. Jangan membekam pasien yang mengkonsumsi obat pelancar dan pengencer darah semisal mengkudu, omega 3, dls.
13. Jangan melakukan bekam langsung setelah makan, pembekaman dapat dilakukan minimal dua jam setelah makan. Setelah bekam juga jangan langsung makan, melainkan hanya minum yang manis-manis semisal madu atau selainnya
14. Tidak dianjurkan melakukan pembekaman kepada orang yang menderita klep jantung, kecuali di bawah pengawasan dokter atau ahli bekam yang berpengalaman.
15. Jangan melakukan bekam langsung setelah mandi, terutama setelah mandi dengan air dingin. Tidak dianjurkan langsung mandi setelah bekam, melainkan setelah 2 jam. Dianjurkan mandi dengan air hangat.
16. Jangan membekam basah orang yang baru memberikan donor darah atau orang yang baru kecelakaan sehingga darahnya berkurang.
17. Jangan membekam pasien diabetes (gula darah di atas 280) kecuali oleh orang yang ahli.
18. Jangan membekam di area terbuka atau tempat yang dingin. Lebih baik melakukan bekam di ruang yang hangat atau bersuhu normal ruangan.
19. Dilarang membekam area berikut :
1. Lubang alamiah tubuh : mata, hidung, telinga, mulut, kemaluan, anus, puting susu.
2. Daerah sistem nodus limfa yang berfungsi sebagai penghasil antibodi, yaitu di submaksilari, korvikal, sudmalaonkular, aksilari, bagian detak jantung, nodus inguinalglimfa.
3. Daerah yang dekat dengan pembuluh besar (big vessels).

Contoh Area Bekam :
semoga bermanfaat...

Selasa, 07 Juli 2015

Manfaat Air Nabeez

Air nabeez adalah air rendaman (infused water) kurma / kismis (raisins). Kurma atau kismis di rendam dalam air masak semalaman (dalam wadah yang bertutup) dan diminum keesokkan paginya.

Sumber mengatakan: air nabeez ini merupakan kegemaran Rasulullah. Nabi merendam beberapa butir kurma atau kismis (salah satunya) di dalam air untuk semalaman (dalam wadah bertutup) dan meminum air rendaman kurma tersebut diwaktu pagi hari. Airnya nabi minum & buah kurma yg sudah lembut, nabi telan sekali telan.

Ada beberapa hadis yang menyebutkan tentang cara membuat air nabeez ini, salah satunya riwayat dari Imam Muslim sebagai berikut :

Aisyah pernah ditanya tentang nabeez, kemudian ia memanggil seorang budak wanita asal Habasyah. “Bertanyalah kepada wanita ini!” Kata Aisyah. “Karena ia dahulu pernah membuat nabeez untuk Rasulullah,” tambahnya.

Lalu wanita asal Habasyah itu berkata, “Aku pernah membuat nabeez untuk beliau dalam sebuah kantung kulit pada malam hari. Kemudian aku mengikatnya dan menggantungnya. Lalu di pagi harinya beliau meminumnya.”

Dari Aisyah dia berkata, “Kami biasa membuat perasan untuk Rasulullah di dalam air minum yang bertali di atasnya, kami membuat rendaman di pagi hari dan meminumnya di sore hari, atau membuat rendaman di sore hari lalu meminumnya di pagi hari.” (H.R. Muslim)

Berbicara mengenai infused water. Orang barat baru sekarang faham dan baru mempopulerkan khasiat infuse water ini. Tetapi Nabi kita telah lama melakukan hal ini.

Dari segi kesehatan tubuh, buah kurma telah terbukti sebagai :


1. Pemberi & pemulih tenaga (inilah sebab mengapa kita disunahkan untuk memakan buah kurma pada saat berbuka puasa).

2. Tinggi kandungan fiber ~ menghilangkan kolestrol jahat yang terkumpul di dalam tubuh. Sangat bagus dalam menghilangkan sembelit (atau meredakan & memulihkan diri dari sembelit).

3. Pemberi zat besi yang sangat bagus.

4. Kaya akan pottassium ~ penting dalam menjaga jantung & menstabilkan tekanan darah.

Khasiat air nabeez
Air nabeez adalah minuman berakali, yang mampu menolong membuang kelebihan asam pada perut dan memulihkan sistem pencernaan tubuh. Juga membantu badan untuk menyingkirkan bahan2 toksin yang berbahaya didalam tubuh. Dalam kata lain betguna sebagai sebagai detox.

Disebabkan air nabeez tinggi akan kadar fiber, ia mampu membantu proses pencernaan yang baik & meningkatkan / menajamkan fikiran. Agar kita tidak mudah lupa.

Cara membuat air nabeez :
Rendamlah beberapa butir kurma (sebagusnya dalam bilangan ganjil) ke dalam air masak didalam segelas air. Alangkah baiknya dibuat pada waktu sore menjelang malam, dan pastikan gelas rendaman kurma tersebut tertutup rapat. Keesokkan paginya (+ 8-12 jam setelah perendaman), air rendaman baru boleh diminum & buah kurma hasil rendaman yang telah lembut itu, dimakan begitu sahaja.

Kurma yang baik digunakan untuk membuat air nabeez adalah kurma ajwa. Tapi kalo tidak ada kurma ajwa ~ bisa menggunakan buah kurma yang lainnya.

Kalau ingin membuat air nabeez dengan menggunakan buah kismis pun bisa. Caranya ambil segenggam kismis, kemudian direndam dalam segelas air. Dan dibiarkan semalaman seperti membuat air rendaman kurma.

Kalau ingin meminum air nabeez di waktu pagi hari, siapkan rendaman kurma / kismis pada sore menjelang malam. Dan kalo ingin meminum air nabeez di waktu malam, buatlah rendaman kurma / kismis di waktu pagi hari (+ 8 sampe 12 jam perendaman).

Larangan dalam membuat air nabeez :
Hanya menggunakan salah satu daripada kedua buah2an (Kurma / Kismis) pada satu2 waktu. Tidak boleh mencampurkan antara kurma & kismis dalam membuat air nabeez. Maksudya tidak boleh mencampurkan kedua buah tersebut dalam satu wadah.

Air nabeez bila tersimpan di dalam lemari es bisa bertahan 1 hingga 2 hari.

Tetapi dilarang meminum air rendaman kurma / kismis yang sudah memasuki lebih dari3 hari. Ini disebabkan air rendaman kurma / kismis yang dibiarkan melebihi 3 hari terjadi proses fermentasi, yang menjadikan, air rendaman kismis / kurma tersebut menjadi arak, dan hukumnya haram untuk diminum.
Oleh karena itu, lebih baik membuat air nabeez fresh daily.

Dalam meminum atau menikmati Air nabeez ini dapat ditambah dengan susu / yoghurt untuk dijadikan smoothie juga.

Semoga bermanfaat..

Minggu, 05 Juli 2015

Sutroh (pembatas) Dalam Shalat

Sutroh adalah pembatas antara org yang shalat dengan kiblat sehingga tidak ada sesuatu yg lewat antara orang yg shalat dengan sutroh tersebut. Sutroh (pembatas) dapat berupa tembok, tiang, punggung manusia, hewan yg menderum, tombak, atau sesuatu yang tingginya minimal setara dengan pelana unta (sekitar 25 cm) kecuali kuburan, sebab Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat (selain sholat ghoib) menghadap kuburan.

Dan hukum memakai sutroh (pembatas) adalah wajib bagi imam dan munfarid (org yg shalat sendirian baik laki2 maupun wanita), adapun bagi makmum tidak ada sutroh sebab cukup imamnya yg menghadap sutroh (pembatas).

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat dalam keadaan beliau dekat dengan sutroh (pembatas). Jarak antara beliau dengan tembok adalah 3 dzira’ (hasta). (lihat HR.Bukhary dan Ahmad), sementara jarak antara tempat sujud beliau dengan tembok adalah seukuran lewatan kambing (lihat HR. Bukhary dan Muslim).

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “janganlah engkau shalat kecuali (menghadap) sutrah (pembatas) dan jangan biarkan seorangpun lewat di hadapanmu, kalau dia enggan (untuk dicegah) maka perangi (halangi sekuat tenaga) dia karena ada setan yang menyertainya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (1/93/1) dengan sanad yang jayyid (bagus).

Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap ke sutroh maka hendaknya ia mendekati sutrohnya dan jangan sampai ada setan yang memutus shalatnya.” (HR. Abu Dawud, Al-Bazzar (hal. 54 dalam zawaid karyanya), dan Al-Hakim, beliau menshohihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahaby dan An-Nawawi.

Terkadang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam  memilih shalat di sisi tiang yang ada di dalam masjid beliau (dan menjadikannya sebagai sutroh).

Al-Muhaddits Syaikh Al-Albany –rahimahullaah– berkata: “sutroh (pembatas) itu wajib bagi imam dan orang yang munfarid (shalat sendirian), walaupun dalam masjid besar.”

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat di tanah yang luas, tidak ada sesuatupun yang bisa dijadikan sutroh (pembatas), (maka) beliaupun menancapkan tombak di hadapannya lalu shalat menghadap ke arahnya, sementara para sahabat bermakmum di belakang beliau (lihat HR. Bukhary-Muslim dan Ibnu Majah). Terkadang beliau menjadikan hewan tunggangannya (dari unta) dalam posisi melintang kemudian shalat menghadapnya (lihat HR. Bukhary dan Ahmad). Hal ini berbeda dengan shalat di kandang atau tempat berkumpulnya unta karena nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam melarangnya (lihat HR. Bukhary dan Ahmad).

Terkadang beliau menjadikan ar-rahl (pelana hewan tunggangan) lalu meluruskannya dan shalat kearah belakangnya (kayu dibelakang pelana). (HR. Muslim, Ibnu Khuzaimah (2/92), dan Ahmad.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “apabila seorang diantara kalian telah meletakkan sesuatu di hadapannya seukuran kayu pada belakang pelana maka hendaknya ia shalat dan tidak mempedulikan orang yang lewat dibelakang (pelana tsb).” (HR.Muslim dan Abu Dawud)

Sesekali beliau shalallaahu ‘alaihi wa sallam shalat menghadap ke pohon (HR. An-Nasa’i dan Ahmad dengan sanad shahih) dan terkadang beliau shalat ke arah ranjang dalam keadaan Aisyah rhadhialaahu ‘anha berbaring di atasnya (di bawah selimutnya). (HR. Al-Bukhary, Muslim, dan Abu Ya’la)

Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan sesuatupun lewat di hadapan beliau (ketika shalat). Suatu ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat tiba-tiba ada seekor kambing berusaha lewat dihadapannya maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun maju mendahuluinya hingga perut beliau menempel ke dinding (sehingga kambing tersebut lewat di belakang beliau. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shohih-nya (1/95/1), At-Thabrony (3/140/3), dan Al-Hakim, beliau menshohihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahaby). Beliau pun pernah menggenggamkan tangannya ketika shalat fardhu, maka tatkala selesai shalat para sahabat bertanya, “wahai Rasulullaah, apakah telah terjadi sesuatu didalam shalat?” beliau menjawab, “Tidak! Melainkan ada setan hendak lewat di hadapanku maka akupun mencekiknya hingga tanganku merasakan dingin lidahnya. Demi Allah! Kalau saja saudaraku, Nabi Sulaiman ‘alaihi salam, tidak mendahuluiku niscaya akan kuikat setan itu di dalah satu tiang mesjid ini hingga anak-anak penduduk Madinah mengerumuninya. Maka barangsiapa yg mampu memasang sutroh dihadapannya, maka lakukanlah.” (HR. Ahmad, Ad-Daraquthny dan At-Thabrony dengan sanad yg shohih. Hadits ini secara makna telah dikeluarkan dalam Ash-Shohihain dan selain keduanya dari sekelompok sahabat).

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian shalat menghadap sesuatu yang ia gunakan sebagai sutroh untuk menghalangi orang untuk lewat, kemudian ada sesorang hendak lewat di hadapannya, maka tahan dia pada lehernya  [dan tolak ia semampunya] (dalam riwayat lain: cegahlah ia sebanyak dua kali) kalau ia bersikeras maka perangilah karena dia adalah setan.” (HR. Bukhary-Muslim. Sementara riwayat lain adalah milik Khuzamah (1/94).

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “kalau seandainya orang yg lewat di depan orang yg sedang shalat mengetahui apa yg akan menimpanya (dalam dosa), niscaya ia memilih berdiri 40 (tahun) karena hal itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang yg shalat.” (HR. Bukhary-Muslim. Sementara riwayat lain adalah milik Khuzamah (1/94).

karena itu hukum memakai sutroh (pembatas) adalah wajib bagi imam dan munfarid (org yg shalat sendirian baik laki2 maupun wanita),  wallohu ta’ala a’lam

Sumber : Sifat Shalat Nabi, Syaikh Al-Albany  –Rahimahullaah

Jumat, 03 Juli 2015

Keutamaan Berpuasa

1. Berpuasa sebab diangkatnya derajat seseorang di akherat kelak, sebagaimana Allah berfirman ; "Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mu'min, laki-laki dan perempuan yg tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yg benar, laki-laki dan perempuan yg sabar, laki-laki dan perempuan yg khusyuk, laki-laki dan perempuan yg bersedekah, laki-laki dan perempuan yg berpuasa, laki-laki dan perempuan yg memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yg banyak menyebut nama Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yg besar." (Q.S Al-Ahzab: 35).

2. Allah sendiri yg akan memberi ganjaran kepada orang yg berpuasa, sebagaimana sabda Nabi-shalallahu alaihi wa salam- :"Allah berfirman; Setiap amalan Bani Adam untuk dirinya kecuali puasa, (karena) sesungguhnya itu untuk-Ku dan Akulah yg akan memberi balasan". (H.R Bukhori & Muslim).

3. Seorang yg berpuasa dijalan Allah akan dijauhkan dari api neraka, sebagaimana Sabda Nabi-shalallahu alaihi wa salam- : "dan tidaklah seorang hamba berpuasa sehari dijalan Allah, kecuali Allah menjauhi wajahnya dari api neraka sepanjang perjalanan 70 tahun". (H.R Bukhori & Muslim).

4. Pintu " Rayyan" diperuntukan untuk orang yg berpuasa pada kiamat nanti, sebagaimana Sabda Nabi-shalallahu alaihi wa salam- : "Sesungguhnya didalam surga terdapat pintu yg disebut dengan "Rayyan", masuk kedalamnya orang-orang yg berpuasa pada kiamat kelak, tidak tidak ada yg masuk dari selain mereka. Maka dikatakan : "Mana orang-orang yg berpuasa ??". Maka berdirilah orang-orang yg berpuasa, tidak ada yg masuk dari selain mereka, apabila mereka telah masuk ditutuplah dan tidak ada yg masuk seorangpun dari selain mereka" (H.R Bukhori & Muslim).

5. Puasa kafarah untuk orang-orang yg berdosa, Dari Hudzaifah berkata, Umar bertanya ; "siapa diantara kalian yg hafal hadits dari Nabi tentang Fitnah ?". Hudzaifah berkata : " Saya mendengar dari Rasulullah-shalallahu alaihi wa salam- :"Fitnah seorang laki-laki pada keluarganya, hartanya, dan tetangganya, shalat, puasa dan shodaqoh yg akan menghapusnya. " (H.R Bukhori dan Muslim).

6. Allah mengampuni dosa-dosan setahun yg lalu, sebagaimana Sabda Nabi-shalallahu alaihi wa salam -: "Barang siapa yg berpuasa dibulan Ramadhan dengan dilatari keimanan dan pengharapan, maka diampunkan dosa-dosa yg lalu" (H.R Bukhori ).

7. Orang yg berpuasa merasakan kegembiraan berupa ganjaran ketika bertemu dengan-Nya, sebagaimana Sabda Nabi-shalallahu alaihi wa salam- : "Orang yg berpuasa mendapatkan dua kegembiraan: kegembiraan ketika berbuka, dan kegembiran ketika bertemu dengan Tuhannya". (H.R Bukhori dan Muslim).

8. Tidak ada yg semisal puasa. Sebagaimana sabda Nabi kepada Abu Umamah al-Bahily : 'Hendaklah bagimu untuk berpuasa, (karena) sesungguhnya tidak ada yg semisal dengan nya.' (H.R Bukhori & Muslim).

(Sumber : Al-Jamiul 'Am fi Fiqhis Shiyam, karya Muhammad bin Ali Halawah)
Wallahu 'Alam bi showab.
Semoga bermanfaat.
------------

Rabu, 01 Juli 2015

Shalat Tarawih


Shalat Tarawih
Kategori: Majalah AsySyariah Edisi 003
(ditulis oleh: Al-Ustadz Hariyadi, Lc.)


Shalat tarawih termasuk ibadah utama di bulan Ramadhan. Sering kita jumpai kaum muslimin memiliki perbedaan dalam praktik shalat tarawih ini, utamanya dalam jumlah rakaat. Uraian berikut insya Allah akan memperjelas mana di antara perbedaan tersebut yang lebih kuat.
“Tarawih” dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari تَرْوِيحَةٌ, yang berarti waktu sesaat untuk istirahat. (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)
Dan تَرْوِيحَةٌ pada bulan Ramadhan dinamakan demikian karena para jamaah beristirahat setelah melaksanakan shalat tiap-tiap empat rakaat. (Lisanul ‘Arab, 2/462)
Shalat yang dilaksanakan secara berjamaah pada malam-malam bulan Ramadhan dinamakan tarawih. (Syarh Shahih Muslim, 6/39 dan Fathul Bari, 4/294)
Karena para jamaah yang pertama kali berkumpul untuk shalat tarawih beristirahat setelah dua kali salam (yaitu setelah melaksanakan 2 rakaat ditutup dengan salam kemudian mengerjakan 2 rakaat lagi lalu ditutup dengan salam). (Lisanul ‘Arab, 2/462 dan Fathul Bari, 4/294)

Hukum Shalat Tarawih

Hukum shalat tarawih adalah mustahab (sunnah), sebagaimana yang dikatakan oleh al-Imam an-Nawawi t ketika menjelaskan tentang sabda Nabi n yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah z:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa menegakkan Ramadhan dalam keadaan beriman dan mengharap balasan dari Allah l, niscaya diampuni dosa yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
“Yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan adalah shalat tarawih dan ulama telah bersepakat bahwa shalat tarawih hukumnya mustahab (sunnah).” (Syarh Shahih Muslim, 6/282).
Beliau menyatakan pula tentang kesepakatan para ulama tentang sunnahnya hukum shalat tarawih ini dalam Syarh Shahih Muslim (5/140) dan al-Majmu’ (3/526).
Ketika al-Imam an-Nawawi t menafsirkan qiyamu Ramadhan dengan shalat tarawih maka al-Hafizh Ibnu Hajar t memperjelas kembali tentang hal tersebut, “Maksudnya bahwa qiyamu Ramadhan dapat diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih, dan bukanlah yang dimaksud dengan qiyamu Ramadhan hanya diperoleh dengan melaksanakan shalat tarawih saja (dan meniadakan amalan lainnya).” (Fathul Bari, 4/295)

Mana yang lebih utama dilaksanakan secara berjamaah di masjid atau sendiri-sendiri di rumah?

Dalam masalah ini ada dua pendapat:
Pendapat pertama, yang utama adalah dilaksanakan secara berjamaah.
Ini adalah pendapat al-Imam asy-Syafi’i dan sebagian besar sahabatnya, juga pendapat Abu Hanifah dan al-Imam Ahmad (Masaailul Imami Ahmad, hlm. 90), serta disebutkan pula oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (2/605) dan al-Mirdawi dalam al-Inshaf (2/181) serta sebagian pengikut al-Imam Malik dan lainnya, sebagaimana yang telah disebutkan al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim (6/282) rahimahumullah.
Pendapat ini merupakan pendapat jumhur ulama (al-Fath, 4/297). Pendapat ini pula yang dipegang asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani t. Beliau berkata, “Disyariatkan shalat berjamaah pada qiyam bulan Ramadhan, bahkan dia (shalat tarawih dengan berjamaah) lebih utama daripada (dilaksanakan) sendirian…” (Qiyamu Ramadhan, hlm.19—20).
Pendapat kedua, yang utama adalah dilaksanakan sendiri-sendiri.
Pendapat kedua ini adalah pendapat al-Imam Malik dan Abu Yusuf serta sebagian pengikut al-Imam asy-Syafi’i. Hal ini disebutkan pula oleh al-Imam an-Nawawi. Rahimahumullah (Syarh Shahih Muslim, 6/282).
Adapun dasar masing-masing pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

Dasar pendapat pertama:

1. Hadits ‘Aisyah x beliau berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ n صَلَّى ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ، ثُمَّ صَلَّى مِنَ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ، ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنَ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوِ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللهِ n، فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ: قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ، وَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنَ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلاَّ أَنِّي خَشِيتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ. وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ
“Sesungguhnya Rasulullah n pada suatu malam shalat di masjid lalu para sahabat mengikuti shalatnya, kemudian pada malam berikutnya (malam kedua) beliau shalat maka manusia semakin banyak (yang mengikuti shalat Nabi n), kemudian mereka berkumpul pada malam ketiga atau malam keempat. Maka Rasulullah n tidak keluar kepada mereka, lalu ketika pagi harinya beliau n bersabda, ‘Sungguh aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan, dan tidaklah ada yang mencegahku keluar kepada kalian kecuali sesungguhnya aku khawatir akan diwajibkan pada kalian.’ Dan (peristiwa) itu terjadi di bulan Ramadhan.” (Muttafaqun ‘alaih)
q Al-Imam an-Nawawi t berkata, “Dalam hadits ini terkandung bolehnya shalat nafilah (sunnah) secara berjamaah, akan tetapi yang utama adalah shalat sendiri-sendiri kecuali pada shalat-shalat sunnah yang khusus seperti shalat ‘Ied dan shalat gerhana serta shalat istisqa’. Demikian pula shalat tarawih, menurut jumhur ulama.” (Syarh Shahih Muslim, 6/284 dan lihat pula al-Majmu’, 3/499, 528)
q Tidak adanya pengingkaran Nabi n terhadap para sahabat yang shalat bersamanya (secara berjamaah) pada beberapa malam bulan Ramadhan. (al-Fath, 4/297 dan al-Iqtidha’, 1/592)

2. Hadits Abu Dzar z beliau berkata bahwa Rasulullah n bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا صَلَّى مَعَ الْإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
“Sesungguhnya seseorang apabila shalat bersama imam sampai selesai maka terhitung baginya (makmum) qiyam satu malam penuh.” (HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah)
Hadits ini disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani t dalam Shahih Sunan Abi Dawud (1/380). Berkenaan dengan hadits di atas, al-Imam Ibnu Qudamah t mengatakan, “Hadits ini adalah khusus pada qiyamu Ramadhan (tarawih).” (al-Mughni, 2/606)
Asy-Syaikh al-Albani t berkata, “Apabila permasalahan seputar antara shalat (tarawih) yang dilaksanakan pada permulaan malam secara berjamaah dengan shalat (yang dilaksanakan) pada akhir malam secara sendiri-sendiri, maka shalat (tarawih) dengan berjamaah lebih utama karena terhitung baginya qiyamul lail yang sempurna.” (Qiyamu Ramadhan, hlm. 26)

3. Perbuatan ‘Umar bin al-Khaththab dan para sahabat lainnya g (Syarh Shahih Muslim, 6/282), ketika ‘Umar bin al-Khaththab z melihat manusia shalat di masjid pada malam bulan Ramadhan, maka sebagian mereka ada yang shalat sendirian dan ada pula yang shalat secara berjamaah. Kemudian beliau mengumpulkan manusia dalam satu jamaah, dan dipilihlah Ubai bin Ka’b z sebagai imam (lihat Shahih al-Bukhari pada Kitab Shalat Tarawih).

4. Karena shalat tarawih termasuk dari syi’ar Islam yang tampak maka serupa dengan shalat ‘Ied. (Syarh Shahih Muslim, 6/282)

5. Karena shalat berjamaah yang dipimpin seorang imam lebih menyemangati bagi keumuman orang-orang yang shalat. (Fathul Bari, 4/297)
Dalil pendapat kedua:
Hadits dari sahabat Zaid bin Tsabit z, sesungguhnya Nabi n bersabda, “Wahai manusia, shalatlah di rumah kalian! Sesungguhnya shalat yang paling utama adalah shalatnya seseorang yang dikerjakan di rumahnya kecuali shalat yang diwajibkan.” (Muttafaqun ‘alaih)
Dengan hadits inilah mereka mengambil dasar akan keutamaan shalat tarawih yang dilaksanakan di rumah dengan sendiri-sendiri dan tidak dikerjakan secara berjamaah. (Nashbur Rayah, 2/156 dan Syarh Shahih Muslim, 6/282)
Pendapat yang rajih (kuat) dalam masalah ini adalah pendapat pertama karena hujjah-hujjah yang telah tersebut di atas. Adapun jawaban pemegang pendapat pertama terhadap dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat kedua adalah:
q Bahwasanya Nabi n memerintahkan para sahabat untuk mengerjakan shalat malam pada bulan Ramadhan di rumah mereka (setelah para sahabat sempat beberapa malam mengikuti shalat malam secara berjamaah bersama Nabi n), karena kekhawatiran beliau n akan diwajibkannya shalat malam secara berjamaah (Fathul Bari, 3/18). Kalau bukan karena kekhawatiran ini niscaya beliau akan keluar menjumpai para sahabat (untuk shalat tarawih secara berjamaah). (al-Iqtidha’, 1/594). Dan sebab ini (kekhawatiran beliau n akan menjadi wajib) sudah tidak ada dengan wafatnya Nabi n (al-‘Aun, 4/248 dan al-Iqtidha’, 1/595). Karena dengan wafatnya beliau n maka tidak ada kewajiban yang baru dalam agama ini.
Dengan demikian maka pemegang pendapat pertama telah memberikan jawaban terhadap dalil yang digunakan pemegang pendapat kedua. Wallahu a’lam.

Waktu Shalat Tarawih
Waktu shalat tarawih adalah antara shalat ‘Isya hingga terbit fajar sebagaimana sabda Rasulullah n:
إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلَاةً وَهِيَ الْوِتْرُ فَصَلُّوهَا فِيمَا بَيْنَ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلَاةِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Allah telah menambah shalat pada kalian dan dia adalah shalat witir. Maka lakukanlah shalat witir itu antara shalat ‘Isya hingga shalat fajar.” (HR. Ahmad. Asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani t berkata, “[Hadits] ini sanadnya sahih,” sebagaimana dalam ash-Shahihah, 1/221 no.108)

Jumlah Rakaat Shalat Tarawih
Jumlah rakaat dalam shalat tarawih adalah 11 rakaat, berdasarkan:

1. Hadits yang diriwayatkan dari Abu Salamah bin ‘Abdurrahman, beliau bertanya pada ‘Aisyah x tentang sifat shalat Rasulullah n pada bulan Ramadhan, beliau menjawab:
مَا كَانَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Tidaklah (Rasulullah n) melebihkan (jumlah rakaat) pada bulan Ramadhan dan tidak pula pada selain bulan Ramadhan dari 11 rakaat.” (HR. al-Imam al-Bukhari)
‘Aisyah x dalam hadits di atas mengisahkan tentang jumlah rakaat shalat malam Rasulullah n yang telah beliau saksikan sendiri yaitu 11 rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun bulan lainnya. “Beliaulah yang paling mengetahui tentang keadaan Nabi n di malam hari daripada lainnya.” (Fathul Bari, 4/299)
Asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani t berkata, “(Jumlah) rakaat (shalat tarawih) adalah 11 rakaat. Kami memilih tidak lebih dari (11 rakaat) karena mengikuti Rasulullah n, maka sesungguhnya beliau n tidak melebihi 11 rakaat sampai beliau n wafat.” (Qiyamu Ramadhan, hlm. 22)

2. Dari Sa’ib bin Yazid beliau berkata,
أَمَرَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ أُبَيَّ بْنَ كَعْبٍ وَتَمِيمًا الدَّارِيَّ أَنْ يَقُومَا لِلنَّاسِ بِإِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً
“’Umar bin al-Khaththab z memerintahkan pada Ubai bin Ka’b dan Tamim ad-Dari untuk memimpin shalat berjamaah sebanyak 11 rakaat.” (HR. al-Imam Malik, lihat al-Muwaththa Ma’a Syarh az-Zarqani, 1/361 no. 249)
Asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani t berkata dalam al-Irwa’ (2/192) tentang hadits ini, “(Hadits) ini isnadnya sangat sahih.”
Asy-Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin t berkata, “(Hadits) ini merupakan nash yang jelas dan perintah dari ‘Umar z, dan (perintah itu) sesuai dengannya karena beliau termasuk manusia yang paling bersemangat dalam berpegang teguh dengan As-Sunnah. Apabila Rasulullah n tidak melebihkan dari 11 rakaat maka sesungguhnya kami berkeyakinan bahwa ‘Umar z akan berpegang teguh dengan jumlah ini (yaitu 11 rakaat).” (asy-Syarhul Mumti’)
Adapun pendapat yang menyatakan bahwa shalat tarawih itu jumlahnya 23 rakaat adalah pendapat yang lemah karena dasar yang digunakan oleh pemegang pendapat ini hadits-hadits yang lemah. Di antara hadits-hadits tersebut:
1. Dari Yazid bin Ruman beliau berkata,
كَانَ النَّاسُ يَقُومُونَ فِي زَمَانِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فِي رَمَضَانَ بِثَلَاثٍ وَعِشْرِينَ رَكْعَةً
“Manusia menegakkan (shalat tarawih) di bulan Ramadhan pada masa ‘Umar bin al-Khaththab z 23 rakaat.” (HR. al-Imam Malik, lihat al-Muwaththa Ma’a Syarh az-Zarqani, 1/362 no. 250)
Al-Imam al-Baihaqi t berkata, “Yazid bin Ruman tidak menemui masa ‘Umar z.” (Nukilan dari kitab Nashbur Rayah, 2/154) (sehingga sanadnya munqathi’/terputus, red.).
Asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani t mendha’ifkan hadits ini sebagaimana dalam al-Irwa’ (2/192 no. 446).
2. Dari Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman, dari Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu ‘Abbas c:
أَنَّ النَّبِيَّ n كَانَ يُصَلِّي فِي رَمَضَانَ عِشْرِيْنَ رَكْعَةً وَالْوِتْرَ
“Sesungguhnya Nabi n shalat di bulan Ramadhan 20 rakaat dan witir.” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Ausath, 5/324 no. 5440 dan 1/243 no. 798, serta dalam al-Mu’jamul Kabir, 11/311 no. 12102)
Al-Imam ath-Thabarani t berkata, “Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Hakam kecuali Abu Syaibah dan tidaklah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas kecuali dengan sanad ini saja.” (al-Mu’jamul Ausath, 1/244)
Dalam kitab Nashbur Rayah (2/153) dijelaskan, “Abu Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman adalah perawi yang lemah menurut kesepakatan, dan dia telah menyelisihi hadits yang shahih riwayat Abu Salamah, sesungguhnya beliau bertanya kepada ‘Aisyah z, ‘Bagaimana shalat Rasulullah n di bulan Ramadhan? (yaitu dalil pertama dari pendapat yang pertama).’ Asy-Syaikh Nashiruddin al-Albani t menyatakan bahwa hadits ini maudhu’ (palsu). (adh-Dha’ifah, 2/35 no. 560 dan al-Irwa’, 2/191 no. 445)
Sebagai penutup kami mengingatkan tentang kesalahan yang terjadi pada pelaksanaan shalat tarawih yaitu dengan membaca zikir-zikir atau doa-doa tertentu yang dibaca secara berjamaah pada tiap-tiap dua rakaat setelah salam. Amalan ini adalah amalan yang bid’ah (tidak diajarkan oleh Nabi n).
Wallahu a’lam.
sumber http://asysyariah.com