Dan hukum memakai sutroh (pembatas) adalah wajib bagi imam dan
munfarid (org yg shalat sendirian baik laki2 maupun wanita), adapun bagi
makmum tidak ada sutroh sebab cukup imamnya yg menghadap sutroh
(pembatas).
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat dalam
keadaan beliau dekat dengan sutroh (pembatas). Jarak antara beliau
dengan tembok adalah 3 dzira’ (hasta). (lihat HR.Bukhary dan Ahmad),
sementara jarak antara tempat sujud beliau dengan tembok adalah seukuran
lewatan kambing (lihat HR. Bukhary dan Muslim).
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “janganlah
engkau shalat kecuali (menghadap) sutrah (pembatas) dan jangan biarkan
seorangpun lewat di hadapanmu, kalau dia enggan (untuk dicegah) maka
perangi (halangi sekuat tenaga) dia karena ada setan yang menyertainya.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya (1/93/1) dengan sanad yang jayyid (bagus).
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Apabila
salah seorang diantara kalian shalat menghadap ke sutroh maka hendaknya
ia mendekati sutrohnya dan jangan sampai ada setan yang memutus
shalatnya.” (HR. Abu Dawud, Al-Bazzar (hal. 54 dalam zawaid karyanya), dan Al-Hakim, beliau menshohihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahaby dan An-Nawawi.
Terkadang Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam memilih shalat di sisi tiang yang ada di dalam masjid beliau (dan menjadikannya sebagai sutroh).
Al-Muhaddits Syaikh Al-Albany –rahimahullaah– berkata: “sutroh (pembatas) itu wajib bagi imam dan orang yang munfarid (shalat sendirian), walaupun dalam masjid besar.”
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat di tanah
yang luas, tidak ada sesuatupun yang bisa dijadikan sutroh (pembatas),
(maka) beliaupun menancapkan tombak di hadapannya lalu shalat menghadap
ke arahnya, sementara para sahabat bermakmum di belakang beliau (lihat
HR. Bukhary-Muslim dan Ibnu Majah). Terkadang beliau menjadikan hewan
tunggangannya (dari unta) dalam posisi melintang kemudian shalat
menghadapnya (lihat HR. Bukhary dan Ahmad). Hal ini berbeda dengan
shalat di kandang atau tempat berkumpulnya unta karena nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam melarangnya (lihat HR. Bukhary dan Ahmad).
Terkadang beliau menjadikan ar-rahl (pelana hewan
tunggangan) lalu meluruskannya dan shalat kearah belakangnya (kayu
dibelakang pelana). (HR. Muslim, Ibnu Khuzaimah (2/92), dan Ahmad.
Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “apabila
seorang diantara kalian telah meletakkan sesuatu di hadapannya seukuran
kayu pada belakang pelana maka hendaknya ia shalat dan tidak
mempedulikan orang yang lewat dibelakang (pelana tsb).” (HR.Muslim dan Abu Dawud)
Sesekali beliau shalallaahu ‘alaihi wa sallam shalat
menghadap ke pohon (HR. An-Nasa’i dan Ahmad dengan sanad shahih) dan
terkadang beliau shalat ke arah ranjang dalam keadaan Aisyah rhadhialaahu ‘anha berbaring di atasnya (di bawah selimutnya). (HR. Al-Bukhary, Muslim, dan Abu Ya’la)
Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah membiarkan sesuatupun lewat di hadapan beliau (ketika shalat). Suatu ketika Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam sedang shalat tiba-tiba ada seekor kambing berusaha lewat dihadapannya maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun
maju mendahuluinya hingga perut beliau menempel ke dinding (sehingga
kambing tersebut lewat di belakang beliau. (HR. Ibnu Khuzaimah dalam
shohih-nya (1/95/1), At-Thabrony (3/140/3), dan Al-Hakim, beliau
menshohihkannya dan disepakati oleh Adz-Dzahaby). Beliau pun pernah
menggenggamkan tangannya ketika shalat fardhu, maka tatkala selesai
shalat para sahabat bertanya, “wahai Rasulullaah, apakah telah terjadi
sesuatu didalam shalat?” beliau menjawab, “Tidak! Melainkan ada setan
hendak lewat di hadapanku maka akupun mencekiknya hingga tanganku
merasakan dingin lidahnya. Demi Allah! Kalau saja saudaraku, Nabi
Sulaiman ‘alaihi salam, tidak mendahuluiku niscaya akan kuikat
setan itu di dalah satu tiang mesjid ini hingga anak-anak penduduk
Madinah mengerumuninya. Maka barangsiapa yg mampu memasang sutroh
dihadapannya, maka lakukanlah.” (HR. Ahmad, Ad-Daraquthny dan
At-Thabrony dengan sanad yg shohih. Hadits ini secara makna telah
dikeluarkan dalam Ash-Shohihain dan selain keduanya dari sekelompok sahabat).
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda: “Apabila
salah seorang diantara kalian shalat menghadap sesuatu yang ia gunakan
sebagai sutroh untuk menghalangi orang untuk lewat, kemudian ada
sesorang hendak lewat di hadapannya, maka tahan dia pada lehernya [dan
tolak ia semampunya] (dalam riwayat lain: cegahlah ia sebanyak dua kali)
kalau ia bersikeras maka perangilah karena dia adalah setan.” (HR. Bukhary-Muslim. Sementara riwayat lain adalah milik Khuzamah (1/94).
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “kalau
seandainya orang yg lewat di depan orang yg sedang shalat mengetahui
apa yg akan menimpanya (dalam dosa), niscaya ia memilih berdiri 40
(tahun) karena hal itu lebih baik baginya daripada lewat di depan orang
yg shalat.” (HR. Bukhary-Muslim. Sementara riwayat lain adalah milik Khuzamah (1/94).
karena itu hukum memakai sutroh (pembatas) adalah wajib bagi imam dan
munfarid (org yg shalat sendirian baik laki2 maupun wanita), wallohu
ta’ala a’lam
Sumber : Sifat Shalat Nabi, Syaikh Al-Albany –Rahimahullaah–
Tidak ada komentar:
Posting Komentar